Selasa, 03 Desember 2019

Geliat koran di kota bebek


Geliat koran di kota bebek sepertinya sedang terancam. Padahal selama bertahun-tahun koran adalah media paling populer di kota itu. Bukan hanya karena krisis moneter yang membuat harga kertas melambung tinggi, tetapi lebih karena banyak bebek yang mulai bosan dan berhenti berlangganan.
Alasan para unggas rajin membeli koran hanyalah satu. Membaca kabar kejatuhan seorang bebek tua. Untuk hal itulah mereka selalu menanti-nantikan koran datang di pagi hari, membuka halamannya dengan antusias dan cemas, kemudian meremas-remasnya dan melemparkannya ke tong sampah. Begitu setiap hari.

Walaupun mereka sebenarnya tahu, harapan tentang datangnya kabar itu layaknya jauh panggang dari api. Tetapi dengan mengandalkan falsafah iseng-iseng berhadiah mereka tetap saja melakukan kegiatan rutin itu sembari berdoa pada tuhan. Sampai akhirnya mereka mulai benar-benar bosan.
“Paman Gober belum mati juga?” Desi Bebek melirik Donal yang kesal. Bahkan telinganya seakan mendengar seluruh kota mengeluarkan dengusan yang sama, “Kenapa semua anggota Perkumpulan Unggas Kaya nggak cari pengganti bebek tua itu sih? Sudah hampir tiga puluh dua tahun, dia-dia melulu yang jadi ketua.”

“Pamanku itu licik. Lebih lagi, dia beruntung. Pikirmu berapa bebek yang sudah disingkirkan paman? Berani artinya mati. Meninggal dengan gelar bebek goreng atau bebek panggang teman nasi uduk. Atau ya hilang, untuk dikenang. Cukup dikenang saja, diselidiki ya nanti-nanti,” Donal tertawa getir. Suara kwek-kweknya terdengar perih.Desi membetulkan letak pita merah muda besar di kepalanya yang hampir melorot sambil mencoba tersenyum tulus pada Donal, kekasihnya yang malang. Kadang, di dunia bebek yang kejam ini, ketulusan dan kejujuran saja tidak cukup untuk membawamu sukses, “Sudahlah, kalau sudah waktunya mati ya mati.

Sana siap-siap, sebentar lagi kamu harus menemani paman memancing.”“Situasi sudah mulai genting. Sepertinya penduduk kota sudah mulai nggak sabar lagi dengan paman.Aku dengar bebek-bebek muda akan demo lagi. Tapi paman malah pergi memancing. Membingungkan!” Donal masih saja enggan untuk beringsut dari kursi malasnya.Penduduk kota bebek semakin berani. Bahkan unjuk rasa sudah bukan hal yang tabu lagi. Tahun sembilan puluh delapan sepertinya akan menjadi tahun yang diingat oleh sejarah kaum bebek. Entah benar entah tidak, itu yang dirasakan Donal.

“Biasanya paman bisa mengantisipasi ini kan? Paman suka bergerak cepat. Ada yang bersuara, langsung sikat,” Desi membereskan cangkir teh yang ada di meja bundar. Bersiap menuju dapur. Ini adalah sinyal agar Donal cepat pergi.Dona mengedikkan bahunya, “Aku pikir ada banyak orang dalam yang mulai nggak loyal dengan paman. Mereka sepertinya sudah gerah selalu di bawah. Akh, apa peduliku. Aku juga berharap hal yang sama dengan mereka.”Donal beringsut dari kursi teras rumah Desi tanpa semangat. Semua hari-hari Donal, bahkan juga seluruh penduduk kota, penuh dengan bayangan bebek miliader itu. Semua menjadi terlampau biasa dengan instruksi dari Paman Gober. Semua penduduk hanya bisa mengekor. Persis seperti bebek. Benar! Mereka memang bebek.

Siapa tidak tahu Paman Gober? Satu-satunya bebek di kota itu yang benar-benar bisa mandi uang. Setiap pagi, dia akan menceburkan diri ke dalam lautan uangnya dan berenang di sana. Persetan dengan kuman. Bukankah kotor itu baik? Itulah pedoman Paman Gober dalam setiap langkah hidupnya.Desas-desus mengatakan Paman Gober mendapatkan posisi sekarang melalui sebuah kudeta terencana. Banyak bebek terbang nyawanya waktu itu, beberapa mati dilempar ke sarang buaya. Sekitar tahun enam puluhan. Kabarnya, mantan ketua perkumpulan, yang saat itu masih resmi menjabat, harus dilengserkan secara tidak terhormat.

Kala itu, Paman Gober hanya bermodalkan sebuah surat wasiat, mungkin pemberian Mimi Hitam. Ya, mereka memang bermusuhan dan Mimi Hitam selalu berusaha mencuri harta Paman Gober, tapi bukankah dalam politik, kawan dan lawan hanya masalah keuntungan belaka? Biasa. Padahal Paman Gober hanya dimandatkan mengamankan keadaan, tapi malah akhirnya berkuasa seperti untuk selama-lamanya.“Kalian lihat kan sepanjang perjalanan tadi bagaimana penduduk kota sampai pinggiran menyambut kedatanganku? Mereka pasti bersyukur bahwa akulah yang menjadi ketua. Berkat aku, seluruh warga kota bebek menjadi makmur,” Paman Gober terkekeh sambil tangannya sibuk mempersiapkan alat pancingnya.

“Apa paman tidak capek menjabat terus selama ini? Tidak berniat mendengarkan aspirasi rakyat untuk mengundurkan diri?”Paman Gober menoleh ke arah Donal dengan cepat, “Kamu pikir selama ini aku tidak capek? Kalau kerjaku cuma duduk-duduk terima hasil saja aku pasti tidak akan cepat tua seperti sekarang. Bebek-bebek muda itu masih hijau, belum paham apa-apa.”“Tapi ada desakan juga dari dalam perkumpulan, Paman. Mereka....”“Menyuruhku mengangkat wakilku menjadi ketua menggantikan aku?” Paman Gober tertawa mengejek, “Wakilku itu tidak cukup berpengalaman. Kami memang bersahabat lama, tetapi kapasitasnya jauh di bawahku.”

Donal mendesah. Melirik wakil perkumpulan yang mukanya sudah merah padam dan dadanya kembang kempis, “Sekembalinya ke kota kita akan menghadapi para bebek muda lagi. Mereka akan.....”“Menduduki gedung belah tengah lagi? Kita lihat saja seberapa kuat mereka,” potong Paman Gober cepat, “Aku heran sebenarnya mengapa mereka ini menuntutku mundur. Padahal kita bisa merasakan swasembada beras. Aku juga membangun Taman Mini Kota Bebek Indah dan Taman Buah Mekar Asri demi kemajuan mereka. Bagaimana pendapatmu, Tung?”“Benar, benar, Paman,” Untung Bebek geragapan, “Tidak salah paman mendapat gelar Paman Pembangunan. Program lima tahunan paman memang luar biasa.”

Bayangannya tentang pie apel langsung buyar seketika. Dia yang biasanya pemalas dan hanya mencari keuntungan itu harus berpura-pura rajin di depan Paman Gober, sama dengan semua anggota perkumpulan yang ikut acara itu.Sejak sebulan sebelum kunjungan bebek renta itu, semua perangkat kota desa yang akan dilewati Paman Gober menjadi sibuk. Segala sesuatu dipersiapkan, bukan demi kesejahteraan warga, tetapi demi langgengnya jabatan mereka.Para warga tentunya juga ikut senang saja. Bagaimana tidak? Semua fasilitas yang selama bertahun-tahun tidak ada bisa secara ajaib tersedia. Persetanlah dengan keadaan setiap hari, asal paman senang, semua akan baik-baik saja.

Setelah persiapan selesai, Paman Gober mulai memancing. Dengan penuh senyum di wajahnya yang mulai keriput, bebek itu melemparkan kailnya. Harus tampak sungguh-sungguh di kamera, acara ini penting. Sepenting acara kenegaraan yang tidak boleh dipotong tayangannya di televisi.Pemancing hebat yang selalu bisa mendapatkan kakap merah dalam hitungan menit tidak boleh hilang dari genggaman Paman Gober. Kau mau tahu tips dan triknya? Acara memancing luar negeri pun tidak akan bisa membeberkannya. Hanya Paman Gober yang tahu. Oh, Donal juga. Oh, beberapa orang di bawah kapal juga.“Sudah, pasang sekarang!” Donal memberi instruksi kepada kepala pasukan belibis. Inilah orang-orang kunci yang sedari kapal menjatuhkan jangkar, mereka sudah siap di bawah sana.

Tak berapa lama, pasukan elit dari angkatan bersenjata kota bebek itu sudah sigap mengaitkan kakap merah terpilih ke mata pancing Paman Gober. Mereka tidak boleh melakukan kesalahan atau terlihat di permukaan.Sejenak kemudian terdengar suara riuh rendah dari atas kapal. Ya, proses “pemancingan” kakap berhasil. Sepertinya tayangan besok akan memuaskan, tak berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Tinggal edit dan siap tayang di televisi. Aha, ternyata trik keberhasilan rekor tangkapan kakap merah itu mudah sekali. Yang mereka tidak tahu adalah, mungkin saja hasil rekaman kali ini tidak akan tayang lagi. Siapa tahu?

Sebenarnya dari semua penduduk, hanya kalangan bebek kecil yang peduli, atau lebih tepatnya peduli karena kesal, dengan acara memancing yang membosankan itu. Tapi bukan Paman Gober namanya jika tidak bisa mengendalikan suasana.Paman Gober mungkin banyak dicaci, sosok kejam yang tidak baik, simbol ketidakadilan, tapi aneh, anak-anak menyukainya. Mungkin karena wajahnya yang selalu tersenyum hingga mendapat julukan The Smiling Duck.Bahkan mungkin, setelah Paman Gober mati, masih ada yang membanggakan kehidupan di masa kepemimpinannya yang konon penuh ilusi. Isih enak jamanku tho? Begitu mungkin kelakar Paman Gober nanti dari alam kubur beberapa puluh tahun ke depan.

Sebuah ruangan kecil dengan puluhan bebek muda di sebuah universitas tampak ricuh. Beberapa bebek terlihat berdebat sampai urat-urat leher mereka keluar. Beberapa lagi sibuk mencatat agenda yang akan mereka lakukan pada demo mendatang. Selebihnya lagi sibuk mengunyah konsumsi.
“Sudah saatnya kita bergerak, Kawan! Jangan mau lagi kita dikuasai oleh si tua bangka itu!” suara Kwak terdengar lantang. Dengan berdiri di atas meja, tangan mengepal dan napas memburu, keponakan Donal itu siap membakar semangat rekan-rekannya yang lain.

“Betul! Sudah cukup hari-hari Minggu di masa kecil kita menjadi suram karena tayangan kartun kesayangan harus dihilangkan sebagai ganti acara memancing paman! Masakan hari-hari masa muda kita juga masih harus digentayangi oleh rezim terkutuk ini?” Kwik menimpali. Dia masih sangat dendam mengingat tidak bisa melihat kartun Dragon Ball beberapa kali.“Iya, benar-benar,” Kiki dan Koko tupai manggut-manggut sambil kedua tangannya masih sibuk merangkul kenari. Mereka mendukung-dukung saja aksi itu. Mereka yakin mereka akan termasuk dalam jajaran orang-orang berkuasa nantinya. Penuh dengan kenari di dalam rumah mereka, yang semoga tidak membuat mereka lupa tentang halal-haram cara mendapatkannya.

Oh tunggu, ternyata bukan cuma bebek muda yang sedang berencana untuk menggelar aksi unjuk rasa. Semua kalangan kota bebek dan sekitarnya juga mulai berpartisipasi. Terlebih sejak tragedi tertembaknya beberapa bebek muda di sebuah universitas swasta. Rasa solidaritas semakin melambung di udara.“Rezim penuh KKN ini harus diberantas! Reformasi di segala bidang. Lama-lama, kekuasaannya bisa absolut. Lihat saja susunan pengurus perkumpulan yang baru, banyak kerabat Gober di sana!” Baru kali ini Gus Angsa menyuarakan pendapat.

Secara etnis Gus adalah minoritas dan selama Paman Gober berada di tampuk kepemimpinan etnis Angsa yang berkulit putih pucat itu memang tidak bisa bergerak dengan bebas.“Kita juga harus balaskan tragedi kebebekan yang sudah terjadi kemarin!” sambung Gus Angsa lagi yang disambut riuh oleh semua yang mendengar.“Hidup kudeta! Hidup karma! Ahyiak!” dengan mata beler dan suara diseret mirip orang setip, Goofy berdiri dari duduknya, melontarkan kalimat yang melintas begitu saja di kepalanya.Namun kalimat yang semena-mena keluar dari mulut Goofy malah menambah semangat semua orang yang ada di ruangan. Mereka mengangguk-angguk, mengacungk-acungkan jari, dan ada yang goyang itik, ya tentu saja karena mereka memang itik.

Beberapa bebek yang ada di samping Goofy menggoncang-goncang badan Goofy karena terlampau emosional. Sementara Goofy semakin teler karena merasa seperti sedang digoncang badai di tengah laut. Kembali Goofy cegukan, membetulkan letak topinya dan menyandarkan tubuhnya ke atas kursi kayu dan beberapa menit kemudian tubuhnya melorot lagi.“Baik, mulai besok kita akan lakukan long march ke gedung belah tengah!” Kwak menutup pertemuan dengan yel-yel perjuangan.‘Kwek!” Begitulah Kwek, dia memang bebek yang paling bebek.Hari ini koran-koran kota bebek kembali semarak. Walaupun kematian Paman Gober belum menjadi tajuk utama, tapi hembusan pergolakan menjadi angin segar bagi situasi politik kota yang sudah seperti robot ini. Mendadak koran kembali menjadi laris, radio menjadi lebih semarak, dan stasiun televisi semakin beragam.

Ratusan unggas dan binatang lain sudah menduduki gedung belah tengah. Lagu-lagu perjuangan dikumandangkan bersahut-sahutan. Bendera berkibar di mana-mana. Ikat kepala senada terpasang sebagai penanda bersatunya tekad yang kuat di dada.Mereka berhadapan langsung dengan para bebek terlatih dari angkatan bersenjata. Pengawal keamanan kota yang diperlengkapi dengan helm, perisai dan pentungan. Beberapa juga nampak menenteng senjata. Semoga saja peristiwa ini tidak dijadikan ajang uji coba senjata.Konon, gedung belah tengah itu sama persis dengan yang ada di sebuah negeri antah berantah. Gedungnya pun sama berbentuk seperti dua tempurung kura-kura.

Isi di dalamnya pun juga sama. Ada tikus berdasi, babi pemakan segala, ular berbisa yang mampu membunuh lawan dengan sekali tikung serta serigala berbulu domba. Suasana di depan gedung semakin panas. Orasi tak henti-henti dan suara kwek-kwek yang gemelegar riuh bercampur dengan suara helikopter yang berseliweran di udara.Beberapa bebek muda yang marah mulai mengumpulkan ban-ban bekas, menumpuknya menjadi satu dan membakarnya. Hei, ban, bensin dan juga bakar-bakaran tidak masuk dalam agenda. Tetapi kenapa barang-barang itu ada? Ini tentu bukan rencana membuat pesta barbekyu bukan?“Baggy, rencana kita berhasil.

Dengan semua kekacauan ini, kita bisa ngerampok lebih banyak,” Bouncer menyeringai sambil meneguk sebotol limun dingin sambil memperhatikan kumpulan mahluk di seberang sana yang mulai juga tersulut emosinya.“Kita mesti laporin semua ini ke Ma Beagle, kita tanya apa lagi yang harus kita lakuin setelah ini,” Bouncer meraih benda persegi kecil berwarna hitam dari dalam sakunya. Tidak ada deretan kata bergerak yang muncul di layarnya, “Pagerku nggak bunyi dari tadi. Aku ke telepon umum dulu. Jaga gerombolan si berat yang lain. Jangan bergerak sebelum aku perintah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar